Selasa, 12 Januari 2016

Cerpen : Mimpi Chafrilda


Mimpi Chafrilda
Karya : Zhee



“...Imagine all the people
living for today..”
Sebuah kaca mobil terbuka, terlihat seseorang memberikan sejumlah uang receh pada seorang gadis. “Terimakasih Pak.” Ujarku. Ya, gadis itu adalah aku. Chafrilda Utmi, panggil saja Ilda. Aku seorang pengamen jalanan yang mencari receh dari satu mobil ke mobil lainnya hanya dengan berbekal tekad dan biola tua. Aku senang jalani hari-hariku sebagai pengamen, karena dengan begini aku bisa mencukupi kehidupanku.
Aku punya mimpi, aku ingin menjadi pebiola terkenal seperti Iskandar Widjaja atau Clarissa Tamara dan bisa mengharumkan Indonesia seperti mereka. Aku selalu berlatih biola setiap pulang sekolah ditemani oleh sahabat karibku, Keyla.
 “Sudah hampir malam, aku harus pulang dan beristirahat” batinku. Aku berjalan pulang sambil menghitung hasil keringatku tadi.
Sesampainya dirumah, aku duduk di teras sambil memandang bintang dan berkhayal andaikan aku bisa seperti Iskandar Widjaja, pasti ayah ibuku di surga bangga padaku. “Ilda..Ilda..!” teriak seseorang membuyarkan lamunanku. Terlihat Keyla berlari kearahku seraya membawa secarik kertas “Apa itu?” tanyaku “ini formulir pendaftaran Cempaka Music School, kau bisa mengikutinya.” Jawabnya “Tapi..” “Sudahlah, ikuti saja, kulihat kau berbakat. Kau pasti diterima” potongnya “Bagaimana dengan biayanya?” tanyaku khawatir “Ini adalah jalur beasiswa, jika kau lolos kau bebas dari segala biaya bahkan kau akan diberi alat musik baru sesuai bakatmu” “kalau aku tidak lolos?” “Jangan pesimis, coba saja dulu. Jika tidak lolos, masih ada lain waktu kan?” “Baiklah, akan kucoba” “oke, sekarang aku temani kau latihan, supaya kau bisa lolos besok.” Aku menjawabnya hanya dengan senyuman. Malam itu kuhabiskan dengan berlatih, membawakan lagu klasik karya Bethoven dan Mozart. Tentu saja ditemani Keyla.
Keesokan harinya..
Keyl, bagaimana kalau aku tidak lolos?.”
“kau belum mencobanya, aku yakin kau lolos.” Ujar Keyla meyakinkanku.
“Selanjutnya, Chafrilda Utmi!” teriak seorang juri. “Doakan aku Keyl!.” “Pasti!.” jawab Keyla mantab. Aku masuk ke dalam ruangan tes, hanya ada aku dan 3 juri disitu. Setelah dipersilahkan aku memainkan biolaku, jari-jariku menari indah di setiap dentingan senar biolaku. 3 menit selesai, dan sekarang tinggal mendengar keputusan dari para juri...
“Hai sobat, mengapa mukamu sedih? Apakah kau tidak lolos?.” tanya Keyla, aku tak menjawab. “Sudahlah, masih ada lain waktu.” lanjut Keyla sambil menenangkanku. “tidak Keyla.. Aku..aku.. LOLOS!” “apa? Benarkah? Lalu mengapa tadi wajahmu terlihat sedih?” “Aku hanya ingin mengerjaimu.” Kataku sambil tersenyum geli.  “Dasar kau Ilda, awas kau aku gelitik sampai menangis.” “Tidak Keyla! Ampun!!” canda kami sambil meninggalkan Cempaka Music School.
Senin, 15 Juli  2000
Hari ini, hari pertama aku masuk ke sekolah baruku, Cempaka Music School. Aku tidak bisa membayangkan suasana disana nanti, tanpa Keyla. Ya, sekarang Keyla akan melanjutkan SMP nya ke Surabaya. Meninggalkanku sendiri di tepian kota Jakarta ini, terkadang aku rindu dengannya. Bagaimanapun, dia yang membuat aku semangat melanjutkan impianku ini.
“Uh, sampai juga..” ujarku sambil mengatur nafas sesudah berlari karena takut terlambat. Disini mungkin aku akan menemukan teman-teman baru. Namun, semua itu tidak akan membuatku melupakanmu, Keyla..
Ahad, 01 April 2012
Hari demi hari kulalui, tak terasa sudah 18  tahun aku setia dengan biolaku. Dengannya,  sekarang aku sudah mengantongi berpuluh-puluh penghargaan baik tingkat daerah ataupun tingkat nasional. Aku sekarang bergabung dengan Jakarta Symphony dan biasa mengisi acara musik di Titan Teater Jakarta.
“Ilda..! Ilda..! Ada berita bagus untukmu.” Teriak Mr. Antonio seraya menghampiriku.
“Berita bagus apa Mister?” Tanyaku penasaran. “Kamu mendapat undangan dari panitia International Violin Competition Ilda! Kamu mendapat undangan untuk mengikuti kompetisi itu!” Jelas Mr. Antonio. Aku hanya terdiam. “Mimpimu akan terwujud Ilda, ini kesempatan emas! Kamu tidak boleh menolaknya!.” Jelas Mr. Antonio. Lagi.
“Kapan kompetisi itu akan diadakan Mister?” Tanyaku. “Pada Bulan Agustus Ilda, tepat saat kemerdekaan Negara kita.”
“Bukankah berarti kita hanya memiliki waktu sekitar empat bulan saja Mister? Lalu kalau tidak salah bukankah dalam kompetisi itu karya yang dibawakan haruslah karya ciptaan sendiri?”
“Ilda, memang benar kita hanya memiliki waktu yang sedikit. Apalagi jika itu ditambahkan membuat karya sendiri, empat bulan memang waktu yang sangat singkat. Tapi aku yakin kamu bisa melakukannya.” Jawab Mr. Antonio. “Tapi Mr. Antonio..”
“Ilda, kamu mulai belajar biola saat berumur tiga tahun dan memainkannya dengan baik pada usia keempat. Di usiamu yang menginjak enam tahun, kau menggunakan keahlianmu memainkan biola untuk memenuhi kebutuhanmu, mencari receh dari mobil satu ke mobil lainnya selama empat tahun. Setelah itu, kamu mengikuti seleksi beasiswa di Cempaka Musik School dan lolos. Kamu belajar disana dengan biolamu selama enam tahun. Sekeluarnya dari sana, di usiamu yang menginjak 21 tahun ini kau telah berhasil meraih puluhan penghargaan. Kamu telah bergelut dengan biola dan melodi-melodi itu selama 18 tahun, apakah masih belum cukup Ilda?” Cecar beiau. Aku terdiam.
“Ini kesempatan emas, mereka telah mempercayai kehebatanmu dalam memainkan biola sehingga mereka mengirimkan undangan ini. Ini kesempatan emas, jangan kau sia-siakan. Kesempatan belum tentu datang untuk kedua kalinya. Aku teringat saat kau menceritakan sesuatu padaku, kau bilang kau ingin membuat almarhum orang tuamu, sahabat, guru, orang-orang terdekatmu bangga mempunyai kamu. Kamu juga memiliki mimpi membawa nama Indonesia di ajang Internasional bukan?” Lanjut beliau. Aku terdiam cukup lama. “Baiklah Mr. Antonio, aku akan mengikuti kompetisi itu.” Ujarku mantap.  “Ini dia Ilda yang aku kenal. Aku menaruh harapan padamu Ilda.”
“Terimakasih Mr. Antonio, aku akan berusaha semaksimal mungkin. Aku tidak ingin mengecewakan anda.”
“Satu hal lagi Ilda. Ibarat makanan, makanan memiliki rasa. Dan setiap orang memiliki kemampuan yang khas untuk membuat rasa makanannya unik. Music juga seperti itu, music memiliki rasa. Dan tiap komponis memiliki ke khasan musiknya masing-masing. Ciptakan lah melodi yang berdasarkan pada perasaan terbesar yang sedang kamu rasakan. Itu akan membuat karyamu berbeda.”
“Terimakasih banyak Mr. Antonio.” Ucapku sambil tersenyum, beruntung aku memiliki guru seperti Mr. Antonio. “Oke Ilda, sekarang pulanglah. Istirahat, waktumu membuat karya kuberi satu bulan. Jika kesulitan hubungi aku. Aku akan membantumu. Keep fighting!!”
Sabtu, 28 April 2011
Sudah hamper satu bulan aku mengutak-atik nada pada biolaku. Namun hasilnya nihil. Sudah kucoba berbagai cara, namun hasilnya tetap sama. Akhirnya, untuk melepas kejenuhanku aku keluar dari ruangan tempatku berkelut dengan nada-nada biolaku. Aku menuju taman sambil membawa biolaku. Aku menatap langit, langit hari ini sangat indah, bertabur bintang yang bersinar dengan cemerlangnya. Tiba-tiba aku teringat disaat aku berlatih untuk tes seleksi, saat itu aku ditemani Keyla. Suasana yang tak jauh beda. Sungguh benar, aku merindukannya!
Tak kusadari, tanganku bergerak. Biola yang sedari tadi aku  pegang berbunyi mengeluarkan nada-nada yang sebelumnya belum pernah aku mainkan. Ini adalah lagu rinduku pada Keyla. Setelah beberapa menit aku tersadar, kemudian tersenyum. Tidak mau membuang waktu akucepat-cepat mengambil partitur lalu menuliskan nada-nada yang kumainkan tadi.setelah berusaha mengingat-ingat, akhirnya selesai jua aku menangkap nada-nada yang sedari tadi berkeliaran di otakku dan sekarang telah ku kunci dalam partiturku. Aku tidak sabar menunjukkan karya pertamaku pada Mr Antonio. Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah, terimakasih Keyla..
Selasa, 01 Mei 2011
“Bagaimana Ilda? Selesaikah?” Tanya Mr. Antonio.
“Sudah Mister.” Jawabku seraya memberikan partitur karya pertamaku.
Beliau melihatnya sekilas. “Mainkan sekarang Ilda.” Perintahnya.
Aku dengan segera mengambil biolaku, lalu memainkannya dengan perasaan yang sama ketika memikirkan Keyla. Lima menit kemudian, aku telah selesai membawakannya.
“Chafrilda Utmi, sudah ku katakana bahwa music itu memiliki rasa. Kamu harus bisa mengimbangi rasa dalam music itu dengan perasaan dalam dirimu ketika music itu dimainkan!” Ujar Mr. Antonio tegas. Aku menunduk dan hampir menitikkan air mata.
“Dan kamu..” Lanjutnya. Aku tak sanggup mendengarnya.
“Dan kamu berhasil Ilda! Kamu berhasil memainkan nya! Aku bangga padamu! Aku bangga! Sungguh karya yang indah Ilda, kamu membuatku ikut merasakan bagaimana kerinduanmu pada Keyla! Nada-nada yang sederhana namun elegan!”
Aku memandang Mr. Antonio dengan wajah tak percaya. Apakah benar apa yang aku dengar?
“Ilda, sekarang tugasmu adalah memperbanyak latihan, karena tiga bulan lagi kita akan berperang!” Ucap Mr. Antonio bersemangat.
Aku jadi terpovokasi api semangat Mr. Antonio. “Baik Mister!, aku akan berusaha semaksimal mungkin! Aku janji!.”
Bologna, 17 Agustus  2012
Jari-jariku menari indah diatas biolaku, dengan lihai jariku menari diantara senar senar yang kugesek. Suara biola yang belum cukup merdu menurutku, namun aku tetap optimis dan aku harus tetap berkonsentrasi. Akhirnya, selesai jua aku membawakan lagu karyaku sendiri. “Kau sudah cukup maksimal Ilda, tinggal tunggu hasilnya” ujar Mr. Antonio “sekarang berdoalah, semoga kau bisa memenangkan kompetisi ini.” Lanjutnya seraya menenangkanku.
Aku duduk di belakang panggung. Tiba-tiba seseorang mengagetkanku. “Hai, Ilda. Lama tidak jumpa.”
Aku menoleh. Didepanku berdiri seorang gadis seusiaku. Dia sangat cantik. Aku memandanginya, dan sepertinya aku mengenalinya. Keyla!!
“Keyla? Benarkah ini kamu? Aku sangat merindukanmu.” Ucapku tak percaya seraya memeluknya.
“Iya Ilda, aku Keyla. Aku bangga padamu Ilda, sebentar lagi mimpimu akan menjadi kenyataan. Karya pertamamu yang sangat indah.” Ucapnya memuji.
“Itu adalah lagu rindu yang kutujukan untukmu Keyla, inspirasi itu datang di saat aku merindukanmu.”
Keyla hanya menjawabnya dengan senyuman.
Hasil pengumuman pemenang pun tiba, aku tak sabar mendengar siapa yang akan menjadi pemenang dalam kompetisi ini.
 “And This is the winner..” jantungku berdetak kencang ketika MC membacakan hasil kompetisi “Chafrilda Utmi from Indonesia!”
Tepuk tangan penonton yang meriah ,menyambutku sebagai pemenang dalam International Violin Competition di Bologna, Italy. Terlihat Keyla dan teman-teman SMA ku yang lain serta seluruh warga Indonesia yang menyaksikan bertepuk tangan dengan bangga padaku. Begitupun aku, aku bangga bisa meraih mimpiku dan bisa mengharumkan nama Indonesia.
Sejenak, kupejamkan mataku lalu membukanya kembali. Inilah yang aku impikan sedari kecil, dan sekarang aku telah meraih impianku. Ayah, Ibu, aku telah berhasil meraih mimpiku. Aku berhasil membuat Indonesia bangga memiliki remaja berprestasi sepertiku, dan aku berharap remaja-remaja Indonesia bisa berprestasi seperti aku atau bahkan melebihiku.

--The End--
“Semua orang pasti memiliki mimpi
Pejamkan matamu, maka mimpi itu akan datang
Raihlah mimpi itu
Genggamlah ia, jangan kau lepas
Jadikanlah ia sebagai pedoman meraih keberhasilan – Zhilla A Ukrima

·         Cerpen ini pernah di terbitkan di Majalah IQRO’ edisi 28
·         Juara II Cerpen dalam memperingati bulan bahasa MTsN Kediri 2 tahun 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar