Mimpi
Chafrilda
Karya : Zhee
Karya : Zhee
“...Imagine
all the people
living
for today..”
Sebuah kaca mobil terbuka,
terlihat seseorang memberikan sejumlah uang receh pada seorang gadis.
“Terimakasih Pak.” Ujarku. Ya, gadis itu adalah aku. Chafrilda Utmi, panggil
saja Ilda. Aku seorang pengamen jalanan yang mencari receh dari satu mobil ke
mobil lainnya hanya dengan berbekal tekad dan biola tua. Aku senang jalani
hari-hariku sebagai pengamen, karena dengan begini aku bisa mencukupi
kehidupanku.
Aku punya mimpi, aku ingin
menjadi pebiola terkenal seperti Iskandar Widjaja atau Clarissa Tamara dan bisa
mengharumkan Indonesia seperti mereka. Aku selalu berlatih biola setiap pulang
sekolah ditemani oleh sahabat karibku, Keyla.
“Sudah hampir malam, aku harus pulang dan
beristirahat” batinku. Aku berjalan pulang sambil menghitung hasil keringatku
tadi.
Sesampainya dirumah, aku duduk di
teras sambil memandang bintang dan berkhayal andaikan aku bisa seperti Iskandar Widjaja, pasti ayah ibuku di surga
bangga padaku. “Ilda..Ilda..!” teriak seseorang membuyarkan lamunanku.
Terlihat Keyla berlari kearahku seraya membawa secarik
kertas “Apa itu?” tanyaku “ini formulir pendaftaran Cempaka Music School, kau
bisa mengikutinya.” Jawabnya “Tapi..” “Sudahlah, ikuti saja, kulihat kau
berbakat. Kau pasti diterima” potongnya “Bagaimana dengan biayanya?” tanyaku
khawatir “Ini adalah jalur beasiswa, jika kau lolos kau bebas dari segala biaya
bahkan kau akan diberi alat musik baru sesuai bakatmu” “kalau aku tidak lolos?”
“Jangan pesimis, coba saja dulu. Jika tidak lolos, masih ada lain waktu kan?”
“Baiklah, akan kucoba” “oke, sekarang aku temani kau latihan, supaya kau bisa
lolos besok.” Aku menjawabnya hanya dengan senyuman. Malam itu kuhabiskan
dengan berlatih, membawakan lagu klasik karya Bethoven dan Mozart. Tentu saja
ditemani Keyla.
Keesokan harinya..
“Keyl,
bagaimana kalau aku tidak lolos?.”
“kau belum mencobanya, aku yakin
kau lolos.” Ujar Keyla meyakinkanku.
“Selanjutnya, Chafrilda Utmi!”
teriak seorang juri. “Doakan aku Keyl!.”
“Pasti!.” jawab Keyla mantab. Aku masuk ke dalam ruangan
tes, hanya ada aku dan 3 juri disitu. Setelah dipersilahkan aku memainkan
biolaku, jari-jariku menari indah di setiap dentingan senar biolaku. 3 menit
selesai, dan sekarang tinggal mendengar keputusan dari para juri...
“Hai sobat, mengapa mukamu sedih?
Apakah kau tidak lolos?.” tanya Keyla, aku
tak menjawab. “Sudahlah, masih ada lain waktu.” lanjut Keyla
sambil menenangkanku. “tidak Keyla.. Aku..aku..
LOLOS!” “apa? Benarkah? Lalu mengapa tadi wajahmu terlihat sedih?” “Aku hanya
ingin mengerjaimu.” Kataku sambil tersenyum geli. “Dasar kau Ilda, awas kau aku gelitik sampai
menangis.” “Tidak Keyla! Ampun!!” canda kami sambil
meninggalkan Cempaka Music School.
Senin, 15 Juli 2000
Hari ini, hari pertama aku masuk
ke sekolah baruku, Cempaka Music School. Aku tidak bisa membayangkan suasana
disana nanti, tanpa Keyla. Ya, sekarang Keyla akan
melanjutkan SMP nya ke Surabaya.
Meninggalkanku sendiri di tepian kota Jakarta ini, terkadang aku rindu
dengannya. Bagaimanapun, dia yang membuat aku semangat melanjutkan impianku
ini.
“Uh, sampai juga..” ujarku sambil
mengatur nafas sesudah berlari karena takut terlambat. Disini mungkin aku akan
menemukan teman-teman baru. Namun, semua itu tidak akan membuatku melupakanmu, Keyla..
Ahad, 01 April
2012
Hari demi hari kulalui, tak
terasa sudah 18 tahun aku setia dengan biolaku.
Dengannya, sekarang aku sudah
mengantongi berpuluh-puluh penghargaan baik tingkat daerah ataupun tingkat
nasional. Aku sekarang bergabung dengan Jakarta Symphony dan biasa mengisi
acara musik di Titan Teater Jakarta.
“Ilda..! Ilda..!
Ada berita bagus untukmu.” Teriak Mr. Antonio seraya menghampiriku.
“Berita bagus
apa Mister?” Tanyaku penasaran. “Kamu mendapat undangan dari panitia International Violin Competition Ilda!
Kamu mendapat undangan untuk mengikuti kompetisi itu!” Jelas Mr. Antonio. Aku
hanya terdiam. “Mimpimu akan terwujud Ilda, ini kesempatan emas! Kamu tidak
boleh menolaknya!.” Jelas Mr. Antonio. Lagi.
“Kapan kompetisi
itu akan diadakan Mister?” Tanyaku. “Pada Bulan Agustus Ilda, tepat saat
kemerdekaan Negara kita.”
“Bukankah
berarti kita hanya memiliki waktu sekitar empat bulan saja Mister? Lalu kalau
tidak salah bukankah dalam kompetisi itu karya yang dibawakan haruslah karya
ciptaan sendiri?”
“Ilda, memang
benar kita hanya memiliki waktu yang sedikit. Apalagi jika itu ditambahkan
membuat karya sendiri, empat bulan memang waktu yang sangat singkat. Tapi aku
yakin kamu bisa melakukannya.” Jawab Mr. Antonio. “Tapi Mr. Antonio..”
“Ilda, kamu
mulai belajar biola saat berumur tiga tahun dan memainkannya dengan baik pada
usia keempat. Di usiamu yang menginjak enam tahun, kau menggunakan keahlianmu
memainkan biola untuk memenuhi kebutuhanmu, mencari receh dari mobil satu ke
mobil lainnya selama empat tahun. Setelah itu, kamu mengikuti seleksi beasiswa
di Cempaka Musik School dan lolos. Kamu belajar disana dengan biolamu selama
enam tahun. Sekeluarnya dari sana, di usiamu yang menginjak 21 tahun ini kau
telah berhasil meraih puluhan penghargaan. Kamu telah bergelut dengan biola dan
melodi-melodi itu selama 18 tahun, apakah masih belum cukup Ilda?” Cecar beiau.
Aku terdiam.
“Ini kesempatan
emas, mereka telah mempercayai kehebatanmu dalam memainkan biola sehingga
mereka mengirimkan undangan ini. Ini kesempatan emas, jangan kau sia-siakan.
Kesempatan belum tentu datang untuk kedua kalinya. Aku teringat saat kau
menceritakan sesuatu padaku, kau bilang kau ingin membuat almarhum orang tuamu,
sahabat, guru, orang-orang terdekatmu bangga mempunyai kamu. Kamu juga memiliki
mimpi membawa nama Indonesia di ajang Internasional bukan?” Lanjut beliau. Aku
terdiam cukup lama. “Baiklah Mr. Antonio, aku akan mengikuti kompetisi itu.”
Ujarku mantap. “Ini dia Ilda yang aku
kenal. Aku menaruh harapan padamu Ilda.”
“Terimakasih Mr.
Antonio, aku akan berusaha semaksimal mungkin. Aku tidak ingin mengecewakan
anda.”
“Satu hal lagi
Ilda. Ibarat makanan, makanan memiliki rasa. Dan setiap orang memiliki
kemampuan yang khas untuk membuat rasa makanannya unik. Music juga seperti itu,
music memiliki rasa. Dan tiap komponis memiliki ke khasan musiknya
masing-masing. Ciptakan lah melodi yang berdasarkan pada perasaan terbesar yang
sedang kamu rasakan. Itu akan membuat karyamu berbeda.”
“Terimakasih
banyak Mr. Antonio.” Ucapku sambil tersenyum, beruntung aku memiliki guru
seperti Mr. Antonio. “Oke Ilda, sekarang pulanglah. Istirahat, waktumu membuat
karya kuberi satu bulan. Jika kesulitan hubungi aku. Aku akan membantumu. Keep
fighting!!”
Sabtu, 28 April
2011
Sudah hamper
satu bulan aku mengutak-atik nada pada biolaku. Namun hasilnya nihil. Sudah
kucoba berbagai cara, namun hasilnya tetap sama. Akhirnya, untuk melepas
kejenuhanku aku keluar dari ruangan tempatku berkelut dengan nada-nada biolaku.
Aku menuju taman sambil membawa biolaku. Aku menatap langit, langit hari ini
sangat indah, bertabur bintang yang bersinar dengan cemerlangnya. Tiba-tiba aku
teringat disaat aku berlatih untuk tes seleksi, saat itu aku ditemani Keyla.
Suasana yang tak jauh beda. Sungguh benar, aku merindukannya!
Tak kusadari,
tanganku bergerak. Biola yang sedari tadi aku
pegang berbunyi mengeluarkan nada-nada yang sebelumnya belum pernah aku
mainkan. Ini adalah lagu rinduku pada Keyla. Setelah beberapa menit aku
tersadar, kemudian tersenyum. Tidak mau membuang waktu akucepat-cepat mengambil
partitur lalu menuliskan nada-nada yang kumainkan tadi.setelah berusaha
mengingat-ingat, akhirnya selesai jua aku menangkap nada-nada yang sedari tadi
berkeliaran di otakku dan sekarang telah ku kunci dalam partiturku. Aku tidak sabar
menunjukkan karya pertamaku pada Mr Antonio. Alhamdulillah, terimakasih Ya
Allah, terimakasih Keyla..
Selasa, 01 Mei
2011
“Bagaimana Ilda?
Selesaikah?” Tanya Mr. Antonio.
“Sudah Mister.”
Jawabku seraya memberikan partitur karya pertamaku.
Beliau melihatnya
sekilas. “Mainkan sekarang Ilda.” Perintahnya.
Aku dengan
segera mengambil biolaku, lalu memainkannya dengan perasaan yang sama ketika
memikirkan Keyla. Lima menit kemudian, aku telah selesai membawakannya.
“Chafrilda Utmi,
sudah ku katakana bahwa music itu memiliki rasa. Kamu harus bisa mengimbangi
rasa dalam music itu dengan perasaan dalam dirimu ketika music itu dimainkan!”
Ujar Mr. Antonio tegas. Aku menunduk dan hampir menitikkan air mata.
“Dan kamu..”
Lanjutnya. Aku tak sanggup mendengarnya.
“Dan kamu
berhasil Ilda! Kamu berhasil memainkan nya! Aku bangga padamu! Aku bangga!
Sungguh karya yang indah Ilda, kamu membuatku ikut merasakan bagaimana
kerinduanmu pada Keyla! Nada-nada yang sederhana namun elegan!”
Aku memandang
Mr. Antonio dengan wajah tak percaya. Apakah benar apa yang aku dengar?
“Ilda, sekarang
tugasmu adalah memperbanyak latihan, karena tiga bulan lagi kita akan
berperang!” Ucap Mr. Antonio bersemangat.
Aku jadi
terpovokasi api semangat Mr. Antonio. “Baik Mister!, aku akan berusaha
semaksimal mungkin! Aku janji!.”
Bologna, 17 Agustus 2012
Jari-jariku menari indah diatas
biolaku, dengan lihai jariku menari diantara senar senar yang kugesek. Suara
biola yang belum cukup merdu
menurutku, namun aku tetap optimis dan aku harus tetap berkonsentrasi.
Akhirnya, selesai jua aku membawakan lagu karyaku sendiri. “Kau
sudah cukup maksimal Ilda, tinggal tunggu hasilnya” ujar Mr.
Antonio “sekarang berdoalah, semoga kau bisa memenangkan kompetisi ini.”
Lanjutnya seraya menenangkanku.
Aku duduk di
belakang panggung. Tiba-tiba seseorang mengagetkanku. “Hai, Ilda. Lama tidak
jumpa.”
Aku menoleh.
Didepanku berdiri seorang gadis seusiaku. Dia sangat cantik. Aku memandanginya,
dan sepertinya aku mengenalinya. Keyla!!
“Keyla? Benarkah
ini kamu? Aku sangat merindukanmu.” Ucapku tak percaya seraya memeluknya.
“Iya Ilda, aku
Keyla. Aku bangga padamu Ilda, sebentar lagi mimpimu akan menjadi kenyataan.
Karya pertamamu yang sangat indah.” Ucapnya memuji.
“Itu adalah lagu
rindu yang kutujukan untukmu Keyla, inspirasi itu datang di saat aku
merindukanmu.”
Keyla hanya
menjawabnya dengan senyuman.
Hasil pengumuman pemenang pun
tiba, aku tak sabar mendengar siapa yang akan menjadi pemenang dalam kompetisi
ini.
“And This is the winner..” jantungku berdetak
kencang ketika MC membacakan hasil kompetisi “Chafrilda Utmi from Indonesia!”
Tepuk tangan penonton yang meriah
,menyambutku sebagai pemenang dalam International
Violin Competition di Bologna, Italy. Terlihat Keyla
dan teman-teman SMA ku yang lain serta seluruh
warga Indonesia yang menyaksikan bertepuk tangan dengan bangga padaku.
Begitupun aku, aku bangga bisa meraih mimpiku dan bisa mengharumkan nama
Indonesia.
Sejenak, kupejamkan mataku lalu
membukanya kembali. Inilah yang aku impikan sedari kecil, dan sekarang aku
telah meraih impianku. Ayah, Ibu, aku telah berhasil meraih mimpiku. Aku
berhasil membuat Indonesia bangga memiliki remaja berprestasi sepertiku, dan
aku berharap remaja-remaja Indonesia bisa berprestasi seperti aku atau bahkan
melebihiku.
--The End--
“Semua
orang pasti memiliki mimpi
Pejamkan
matamu, maka mimpi itu akan datang
Raihlah
mimpi itu
Genggamlah
ia, jangan kau lepas
Jadikanlah
ia sebagai pedoman meraih keberhasilan – Zhilla A Ukrima”
·
Cerpen ini
pernah di terbitkan di Majalah IQRO’ edisi 28
·
Juara II Cerpen
dalam memperingati bulan bahasa MTsN Kediri 2 tahun 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar